Sharing Pengalaman

 Kenapa Memilih Teknologi Pendidikan?


Hari-hari ini saya telah mengalami "kelelahan" fisik maupun non-fisik disebabkan banyaknya pekerjaan atau proyek yang akhir-akhir ini saya kerjakan. Saya juga banyak menghabiskan waktu saya bukan untuk menulis karya ilmiah, namun lebih ke "pekerjaan" lain yang tentunya saya butuhkan di masa yang akan datang. Sehingga saya sudah 2 bulan ini tidak aktif di blog pribadi. Maka dari itu, saya berdoa kepada Allah serta memohon doa dari rekan-rekan pembaca sekalian semoga saya bisa melewatinya dengan lancar tanpa halangan berarti.

Baik.... Saya akan membahas judul di atas. Bukan berarti saya akan memberikan "kuliah" atau "ceramah" mengenai bidang keilmuan ini. Bukan berarti juga saya akan mengungkapkan sebuah literature review atau studi penelitian tentang ini. Kali ini saya hanya berbagi saja mengapa saya bisa memilih dan menyukai dunia teknologi pendidikan sebagai part of my life ini.


Foto waktu masih Maba

Saya akan bercerita dimulai dari awal saya kuliah sebagai maba dahulu. Saat itu, saya sendiri tidak tahu mengapa saya memilih bidang ini. Saat itu saya merasa salah jurusan karena tidak diterima ke dalam bidang yang saya minati (Pendidikan Sejarah). Hingga suatu ketika, saya diberikan buku "Menyemai Benih Teknologi Pendidikan" karya Bapak Teknologi Pendidikan Indonesia (alm. Prof. Yusufhadi Miarso) oleh alm. Kakek saya yang juga kebetulan merupakan dosen teknologi pendidikan. Saya jadi mengerti kenapa saya secara "tidak sadar" memilih jurusan ini. Selama pengalaman saya saat sekolah dulu, saya sering "tidak suka" atau "tidak senang" dengan kebanyakan guru yang cenderung mengajar hanya berpatokan pada satu cara saja. Saya lebih "tidak suka" lagi dengan guru yang cenderung menggunakan "kekerasan" dalam mendisiplinkan siswa. Hanya saja saat itu saya tidak memiliki alasan yang kuat untuk menjelaskan "ketidaksukaan" saya tersebut mengingat saya juga sebagai siswa saat itu. Alhamdulillah setelah memilih bidang ini, saya memiliki jawaban yang kuat mengenai hal tersebut.

Pola mengajar yang saya jelaskan tersebut telah membentuk karakter yang menurut saya pribadi "kurang" berfondasi. Saya ibaratkan seperti ini: 

- 2+2 = 4 

- 1+1 = 2 

- 2x3 = 6

- 1x1 = 1 

Menurut pembaca, apakah perhitungan ini benar. Sudah tentu jawabannya benar. Tapi bagi saya, perhitungan di atas sebenarnya bisa dicari jawaban lainnya sebagai variasinya. Misalnya seperti ini:

- 2+2 = 2x2 = 3+1 = 4x1 = 5-1 = 6-2 = .... = 4

- 1+1 = 2x1 = 3-1 = 4:2 = 5-3 = 2+0 = .... = 2

- 2x3 = 3+3 = 4+2 = 3x2 = 10-4 = 5+1 = .... = 6

- 1x1 = 2-1 = 1+0 = 5:5 = 5-4 = 3-2 = .... = 1

Nah sekarang... menurut rekan-rekan pembaca, yang saya hitung di atas apakah tidak termasuk belajar??? Tentu saja saya juga belajar, malah lebih kompleks ketimbang sebelumnya. Dari perhitungan yang saya lakukan, kita belajar bagaimana mencari banyak sudut pandang untuk memecahkan suatu masalah (problem solving). Secara tidak langsung, kita akan diajarkan untuk mencari fondasi dasarnya terlebih dahulu. Ini penting untuk menjadi pribadi yang "kokoh". Ibaratnya hendak membangun rumah, tentu perlu memiliki fondasinya. Kayak rancangannya bagaimana, bahannya bagaimana dan sebagainya.

Kala itu, saya merupakan peserta yang aktif mengikuti berbagai seminar motivasi maupun kepenulisan. Menurut pengalaman saya, kebanyakan pemateri selalu memberikan tips tertentu dengan sudut pandang dia, seolah-olah tipsnya itu yang paling bagus diantara yang lainnya. Bahkan yang membuat diri ini semakin keheranan itu adalah mengapa sampai ada istilah terkenal yang menyatakan bahwa "Zona nyaman itu berbahaya". Ternyata kebanyakan motivator atau pemateri sering menyebutkan atau mengungkapkan istilah itu. Seolah-olah kita sedang menghakimi seorang penjahat yang baru saja kabur dari penjara. Dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang tidak bisa saya sebutkan disini semuanya yang tentunya saya sangat heran sama sekali. Sebuah premis yang seharusnya kita analisis dahulu kebenarannya sebelum mengilhaminya

Teknologi pendidikan selalu membahas suatu hal kebaruan yang kebanyakan orang lain tidak mengetahuinya. Ibaratnya kalau kebanyakan orang lain masih "terpenjara" berada dalam satu kotak, orang yang berkecimpung dalam teknologi pendidikan sudah berusaha "keluar" dari kotak itu dan bahkan berhasil menciptakan kotak-kotak dengan ruang kebebasan hakiki. Teknologi pendidikan menciptakan sebuah kemerdekaan belajar sejati.

Yang menjadi persoalan adalah peran ini tidak dimaksimalkan dengan baik dalam dunia pendidikan pada khususnya. Dari sisi pengalaman saya, kebanyakan seminar atau webinar yang diselenggarakan dengan generasi muda sebagai pesertanya sangat jarang melibatkan pembicara dari kalangan teknologi pendidikan. Termasuk saat saya masih menjadi peserta yang aktif dulu, kebanyakan pematerinya berasal dari luar teknologi pendidikan yang bahkan tidak paham tentang belajar pembelajaran itu sendiri. Padahal untuk menjadi pembicara, pengalaman material saja tidaklah cukup, tapi juga harus dibarengi dengan pemahaman komunikasi yang mumpuni (cara mengajar atau how to teach). Untuk bisa membangun itu, maka calon pembicara haruslah belajar dari ahlinya.

Saya bersyukur karena telah belajar dan bahkan menjadi sarjana dalam bidang teknologi pendidikan ini. Karena bidang ini mengajarkan tentang bagaimana memberdayakan sumber daya manusia secara "hebat". Maksudnya tidak hanya melihat dari yang dapat dilihat (kuantitas) tapi juga melihat estetika karakteristik individu yang beragam. Alhamdulillah juga saya sering diundang menjadi pemateri dalam berbagai seminar kepenulisan maupun pendidikan. Maka dengan keilmuan yang saya miliki ini, saya berusaha membangun kepercayaan diri dengan menjadi diri sendiri. Karena kesalahan pemahaman yang selama ini berkembang adalah "menjadi orang lain". Untuk itu hal ini harus dibenahi kembali, walaupun rasanya susah juga karena sudah terlanjur menjadi "obat tidur".

Itulah alasan saya mengapa memilih teknologi pendidikan yang digeluti. Kalau rekan-rekan sekalian kira-kira apa nih alasan memilih bidang rekan-rekan. Silahkan bagikan di kolom komentar. Semoga bukan karena ikut-ikutan doi ya wkwkwkw

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisuda Series #1

TEP JAYA!!!