TEP JAYA!!!

Perjuangan Membangun "Payung" Teknologi Pendidikan di Lingkungan Masyarakat

 (Catatan Pengalaman Pribadi dalam Mengenalkan Teknologi Pendidikan)

Tulisan ini dibuat berdasarkan pertanyaan yang selalu ditanyakan kepada saya, khususnya berkenaan dengan bagaimana memaksimalkan peran teknologi pendidikan. Saya akan menjawabnya dengan pengalaman pribadi yang pernah saya alami. Karena saya bukanlah seorang pakar atau ilmuwan yang layak untuk menjelaskannya secara teoritis maupun praktis. Sehingga ada baiknya bagi saya khususnya untuk selalu belajar dengan berbagai perkembangan yang ada.

Saya akan mulai bercerita dimulai dari saat saya masih Mahasiswa Baru (Maba). Saat itu bisa dikatakan bahwa saya merupakan orang yang "salah" jurusan. Karena saya sebenarnya tidak akan terpikirkan untuk masuk di jurusan Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Malang (UM). Singkat cerita, setelah saya dinyatakan lolos di jurusan tersebut, saya langsung menanyakan tentang “apa itu teknologi pendidikan?” kepada almarhum kakek saya yang kebetulan dulu merupakan dosen di Jurusan Teknologi Pendidikan UM. Jawaban beliau yang paling saya ingat adalah “teknologi pendidikan merupakan keilmuan untuk memecahkan masalah pendidikan.”. Tentunya saya makin merasa bingung dengan jawaban tersebut karena sangat general. Maka, kakek saya memberikan buku yang berjudul “Menyemai Benih Teknologi Pendidikan” karya dari Bapak Teknologi Pendidikan di Indonesia, Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.

Saat saya membaca buku tersebut, saya menjadi mengerti bahwa sebenarnya kekurangan dari pendidikan kita adalah kurang terlibatnya peran teknologi pendidikan di dalamnya. Dalam bukunya juga menceritakan bahwa beliau (Prof Yusufhadi) juga telah banyak melakukan upaya untuk memperkenalkan dan memperjuangkan Teknologi Pendidikan ke dalam sistem pendidikan nasional. Namun, beliau juga menekankan kesulitan dirinya dalam mengenalkan keilmuan teknologi pendidikan ke masyarakat. Banyak sekali anggapan negatif dari masyarakat tentang keilmuan tersebut yang dituangkan ke dalam buku tersebut. Kalimat yang paling familiar di telinga saya adalah ungkapan “teknologi pendidikan adalah ilmu yang kosong”. Tentunya, saya sebagai seseorang yang bergerak dalam keilmuan teknologi pendidikan tersebut merasa tersinggung sekali dengan ungkapan tersebut.

Untuk mencari kebenaran mengenai ungkapan tersebut, maka sejak semester 2 saya mulai aktif mengikuti perlombaan maupun organisasi yang ada di lingkungan UM. Benar saja, selama menjalani kegiatan tersebut saya selalu diminta menjadi orang yang menggambar (bahasa kerennya “desain”) atau membuat aplikasi. Saya selalu menolak permintaan tersebut dengan dalih kemampuan saya sendiri tidak memungkinkan untuk itu. Lalu mereka mengatakan “Kan kamu anak TEP (Teknologi Pendidikan). Harusnya bisa dong?”. Dari ungkapan ini saya belajar bahwa ini merupakan PR yang sangat besar dalam mengenalkan atau memperjuangkan teknologi pendidikan nantinya.

Pada akhirnya karena merasa “kesal” dengan ungkapan tersebut, pada saat perlombaan, saya selalu menjadi “konseptor” yang berarti pembuat ide-ide karya dengan beberapa teman saya Teknologi Pendidikan lainnya yang berperan sebagai Pengembang Media. Yang paling sering, saya selalu bersama Mas Dhimas Adhitya Wijanarko atau Mas Muhammad Syifa’ul Qolbi dalam mengikuti perlombaan-perlombaan yang ada. Baru semisal berkenaan dengan materinya, saya mencari anak jurusan lain yang se-linier. Sebagai contoh, saya pernah berkolaborasi dengan mahasiswa PLB FIP UM, Mbak Nor Laili yang kebetulan saat itu juga Mawapres FIP UM, untuk membantu riset perlombaan dengan mencarikan lokasi SLB tempat dirinya bekerja dulu. Sudah sangat banyak teman-teman yang saya ajak guna mengikuti perlombaan dan disesuaikan dengan keilmuan masing-masing. Saya berperan sebagai “konseptor” karena tujuan utamanya agar teknologi pendidikan tidak hanya dipandang sebatas media pembelajaran saja. Dari mengikuti berbagai perlombaan tersebut, alhamdulillah beberapa prestasi sudah diraih, sehingga membuktikan bahwa teknologi pendidikan merupakan keilmuan yang berperan besar di balik semua itu.

Dalam lingkup organisasi, saya memanglah bukan seorang pengurus yang mengatur lini kerja dari organisasi. Tapi sejak semester 3 saya mulai berperan dari kepanitiaan di organisasi kepenulisan di UM. Saat itu saya pernah mengusulkan kepada pengurus untuk dibuatkan kelas khusus Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan Esai untuk perlombaan. Namun jawaban dia adalah “nanti ya kalau ada kepengurusan baru….”. Dalam hati saya bergumam “Baiklah, saya tunggu realisasinya”. Alhamdulillah saat semester 4, suara saya didengar dan dibuatlah kelas khusus KTI dan Esai oleh Mbak Sayyidati Fatimah Az-Zahroh (rekan saya dari FMIPA UM) sebagai perintisnya, walaupun saat itu masih dalam kategori “non-proker”. Sejak saat itu, saya bersama dengan Mbak Sayyidati dan Mas Fahru Riza (rekan saya dari FT UM) mulai aktif membimbing dan mengarahkan adik-adik tingkat untuk mengikuti perlombaan. Pada akhirnya banyak sekali adik tingkat yang saat ini telah memiliki prestasi dan bahkan menjadi Mawapres di UM melebihi saya pribadi. Di samping itu, sejak semester 4, saya juga telah mengusulkan adanya kelas Artikel karena melihat potensi besar bagi mahasiswa untuk membuat artikel-artikel jurnal dan berpeluang besar meningkatkan value-nya. Alhamdulillah saat semester 8 sekarang ini, saya mendengar bahwa akan diberlakukan program kelas Artikel yang dirintis oleh Mbak Rista Anggraini (rekan saya dari FIS UM). Peran tersebut merupakan upaya saya pribadi dengan menggunakan keilmuan teknologi pendidikan dalam melihat kebutuhan organisasi dan menjawab kebutuhan tersebut. Sekali lagi, teknologi pendidikan memiliki peran besar di balik itu semua.

Dalam bidang penelitian, alhamdulillah saya pernah diajak dosen untuk ikut serta dalam kegiatan penelitian. Tahun 2018, saya diajak untuk menulis artikel terindeks scopus oleh Pak Ence Surahman dan Pak Dedi Kuswandi dengan penelitian berkaitan dengan project-based learning, ALAMS maupun PECOLASE. Saat itu saya diperbantukan juga dengan dua mahasiswa lainnya, yakni Mbak Dini Aris Setyanti dan Mbak Risma Chulashotud Diana (semuanya merupakan mahasiswa Teknologi Pendidikan Angkatan 2015). Tahun 2019 saya diajak oleh Pak Ence Surahman untuk penelitian pengabdian di Garut, Jawa Barat bersama dengan rekan saya, Mas Muhammad Syifa’ul Qolbi dan Mas Antoni Bagas Setiawan. Alhamdulillah apa yang dilakukan telah membuahkan hasil dengan diterbitkannya artikel-artikel yang bereputasi hingga Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Penelitian tersebut merupakan bagian dari mengimplementasikan keilmuan teknologi pendidikan dalam bentuk pengabdian.

Tahun 2020 merupakan tahun yang spesial bagi saya pribadi. Memang, pandemi COVID-19 tiba-tiba datang begitu saja tanpa “permisi”. Tapi dari situ, saya melihat peluang keilmuan teknologi pendidikan yang begitu besar. Melihat potensi tersebut, saya memberanikan diri dengan bersaing dengan keilmuan lain melalui esai yang bertajuk “Online Collaborative Learning” yang digunakan sebesar-besarnya untuk memecahkan masalah belajar di masa pandemi. Alhamdulillah dari persaingan lomba tersebut, saya mendapatkan juara 2 dan berpeluang besar untuk mengikuti program pengabdian di tiga negara (walaupun terhalang terus dengan meningkatnya kasus positif baru).

Kemudian ada program kuliah wajib yang bernama Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saya sempat berpikir bahwasanya bagaimana peran saya nanti dalam melaksanakan program tersebut nantinya. Apakah nanti saya hanya akan sebatas jadi PDD (Publikasi, Dekorasi, Dokumentasi) saja? Lalu jika iya bagaimana nanti saya bisa memecahkan masalah di lingkungan dengan keilmuan ini?. Ternyata saya oleh teman-teman KKN diminta menjadi Koordinator Desa (Kordes) dan memimpin pengabdian ini di Desa Putat Lor, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Singkat cerita, dengan berbekal keilmuan teknologi pendidikan, saya berusaha memaksimalkan potensi ilmu ini di dalam KKN yang dilakukan. Kebetulan saat itu, KKN wajib dilaksanakan secara daring. Maka, saya berusaha mengondisikan pertemuan-pertemuan virtual yang memberikan rasa untuk membangun diri. Program Kerja (Proker) yang digagas juga sebelumnya telah dilakukan analisis-analisis kebutuhan terlebih dahulu. Pada saat itu juga saya meminta agar semua aktif dan semangat menyelesaikan KKN ini dengan semangat yang berbasis pada karya. Hal ini berarti kami juga mendapatkan hasil yang berdampak pada diri kami. Ketika ada permasalahan saat mengerjakan proker, saya selalu meminta mereka untuk langsung menghubungi saya pribadi untuk dicarikan solusinya (kecuali untuk bantuan sosial yang saat itu saya meminta diarahkan langsung melalui bendahara). Jadi, saya di sini berperan sebagai “jembatan” untuk memecahkan masalah yang ada, sehingga walaupun secara virtual, kami telah menyelesaikan proker-proker tepat pada waktunya. Kembali, teknologi pendidikan memainkan perannya secara langsung di sini.

Pada saat itu ada juga program kuliah wajib yang bernama Kajian dan Praktik Lapangan (KPL). Saya akan khusus menceritakan mengenai kegiatan ini, karena terdapat berbagai tantangan yang luar biasa di dalamnya. Sebelum memasuki semester 6, saya mulai berpikir bagaimana KPL saya nantinya. Karena saya secara khusus ingin memaksimalkan peran teknologi pendidikan yang lain dari yang lain. Kalau tidak salah, sekitar pertengahan bulan Januari, Mas Muhammad Najmi Alwi Sinaga menghubungi saya untuk mengajak bertemu. Pada saat ketemuan, kami berdiskusi mengenai program KPL. Intinya kami sepakat untuk menjadi satu kelompok. Pada waktu itu, saya bilang ke dia bahwa saya ingin memaksimalkan peran teknologi pendidikan ketika KPL nanti. Maksudnya adalah saya ingin TEP itu tidak hanya sekedar membuat-membuatkan media saja, tapi hal yang bersifat general seperti merancang, menganalisis hingga melakukan evaluasi sebagaimana layaknya 5 kawasan teknologi pendidikan (Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan (Manajemen) dan Evaluasi). Lalu saya juga bilang bahwa kita butuh teman-teman yang memiliki jiwa pengabdian yang tinggi guna merealisasikan hal tersebut. Singkat cerita, akhirnya saya mengajak Mas Dhimas yang merupakan teman lomba juga, Mas Rexy Willyam Delanur Hamudi dan Mas Putra Inviano Christian Abednego. Sedangkan Mas Alwi mengajak Mbak Lukky Reza Ramadhani untuk bergabung ke dalam kelompok kami. Lalu setelah terbentuk kelompoknya, kami langsung berdiskusi mengenai bagaimana nanti peran kami dan di mana lokasi yang dapat memaksimalkan peran kami. Pada awalnya, saya mengusulkan agar kita KPL di sekolah saja karena saya merasa peran TEP akan signifikan di sana. Namun gagasan saya memang diterima, akan tetapi juga mempertimbangkan penerimaan sekolah terkait dengan mahasiswa jurusan Teknologi Pendidikan yang “minim”, sehingga gagasan saya dijadikan sebagai list terakhir yang berkaitan dengan lokasi KPL kami nantinya. Kami membuat list-list tempat mulai dari (1) Rindam Brawijaya, (2) BNN Malang, (3) BPBD Malang dan (4) sekolah-sekolah.

Perjalanan kami mulai dari Rindam V/Brawijaya. Kamipun diajak untuk bertemu dengan salah satu pengajar tentara yang ada di sana. Kami bertanya-tanya mengenai kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan, khususnya dalam memfasilitasi para tentara dalam belajar pembelajaran. Namun temuan yang kami peroleh dirasa kurang memuaskan kami karena saat itu beliau berkata “Kami bisa menerima anda, tapi mungkin anda akan “ngendok” di sini”. Maksudnya diam saja dan tidak ngapain-ngapain. Pada akhirnya kami berdiskusi kembali dan memutuskan untuk tidak melakukan KPL di sana, karena sedari awal kami memang ingin berperan banyak untuk memecahkan masalah dalam lembaga.

Sesuai dengan list-nya, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ada di daerah yang dekat dengan Sawojajar. Saat itu, dikarenakan diantara kami banyak yang mungkin datang terlambat buat presentasi, maka Mas Dhimas yang kebetulan rumahnya dekat dengan BNN sudah sampai terlebih dahulu dan melakukan presentasi sendirian di sana. Dari situ, alhamdulillah kami bisa diterima di sana dan nantinya akan ikut serta dalam kegiatan penyuluhan-penyuluhan masyarakat terkait dengan narkotika dengan cara memfasilitasi pembelajaran kepada masyarakat. Kamipun menunggu hingga waktu yang ditentukan untuk KPL telah tiba.

Pada pertengahan Maret 2020 secara tiba-tiba virus COVID-19 datang dan memaksa segala kehidupan untuk melakukan social distancing. Semua aktivitas dilakukan dari dalam rumah. Hal ini juga berdampak langsung terhadap tempat KPL kami, dikarenakan kami merasa kesulitan untuk menghubungi mereka. Maka, saya langsung berinisiatif (dengan saran dari Pak Dedi Kuswandi selaku pembimbing KPL) untuk ke sana langsung guna menanyakan perihal kejelasan kami di sana. Saya mengajak Mas Dhimas untuk ikut serta menanyakan hal tersebut. Setelah saya dan Mas Dhimas sampai di ruangan utama, kami diminta oleh pihak BNN untuk menunggu sampai waktu yang tidak ditentukan dan kami diberikan nomor telepon dari kantor. Beberapa minggu kemudian, dikarenakan tidak adanya kejelasan lagi dan sulitnya menghubungi telepon dari kantor, maka saya mengajak Mas Alwi dan Mas Dhimas yang juga kebetulan sedang KKN untuk berdiskusi langsung di sana perihal kejelasan kami kembali. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk tidak menerima kami sebagai mahasiswa magang dikarenakan yang saat itu masih terjadinya pandemi COVID-19. Tentu, kami merasa “kesal” dengan keputusan tersebut, namun tetap harus “legowo” menerima keputusan tersebut.

Setelah itu, saya mengajak mas Dhimas dan Mas Alwi untuk makan bersama di warung kecil sederhana yang bernama “Surabi Imut” yang kebetulan juga merupakan tongkrongan saya dulu sewaktu masih SMA. Di sana kami berdiskusi mengenai lokasi KPL berikutnya dengan mempertimbangkan pandemi juga. Saat itu kami tiba-tiba teringat bahwa list terakhir dari lokasi KPL kami berada di Sekolah. Lalu melihat pandemi COVID-19 juga berdampak besar terhadap pembelajaran di sekolah. Apalagi pembelajaran daring merupakan “jantung” keilmuan teknologi pendidikan. Maka, karena belum sempat menyusun list sekolah yang akan menjadi naungan, saya meminta kepada rekan-rekan buat menyusun list sekolah mana saja yang kiranya bisa kita masuki sebagai tempat magang dengan batasan waktu hingga masa KKN telah selesai. Sehingga nantinya ketika KKN telah selesai, kami bisa langsung melakukan proses komunikasi dengan pihak sekolah agar bisa melakukan kegiatan KPL.

Kemudian, saya langsung menemui Pak Dedi selaku pembimbing KPL untuk berkonsultasi terkait sekolah yang kiranya bisa menerima kami untuk melakukan magang. Karena selama ini secara pengalaman pribadi, saya selalu mengalami kesulitan untuk memperkenalkan TEP di sekolah, walaupun hanya untuk memenuhi tugas kuliah saja. Mulai dari saya pernah ke daerah yang cukup jauh (saya lupa namanya) dan ditolak, ke SMK negeri yang juga ditolak dan sebagainya. Pak Dedi lalu mengusulkan kepada saya untuk mencari sekolah-sekolah yang sekiranya benar-benar membutuhkan dan jangan mencari sekolah-sekolah yang sudah sangat terkenal. Karena pasti penerimaannya akan sangat sulit.

Setelah mendapatkan usulan tersebut, saya langsung mengajak teman-teman untuk berdiskusi bersama di Kafe dekat kampus. Saat sampai di sana, saya menyampaikan perihal usulan dari Pak Dedi kepada teman-teman. Lalu kami mulai melakukan searching di internet mengenai info-info sekolah yang mungkin sekiranya sangat membutuhkan. Pada saat berdiskusi tersebut, terlintas di benak saya bahwa dulu sehabis pulang sekolah selalu naik angkutan kota dan melewati Sekolah yang bernama “Wahid Hasyim”. Saat kepikiran tersebut, akhirnya saya ajukan ke teman-teman mengenai lokasi sekolah ini. Saya mengajukannya dengan pertimbangan yang dekat dengan tempat tinggal masing-masing dan lokasinya yang di daerah perkotaan, sehingga mudah untuk terjangkau apabila hendak berurusan berkaitan administrasi dengan kampus. Tapi saya tidak mempertimbangkan aspek penerimaan dari mereka, karena saat itu saya sudah tidak mikir apakah diterima atau tidak. Yang penting dalam pikiran saya adalah kita bisa mengabdi secara sepenuhnya di sana dengan berbagai cara yang bisa kita lakukan. Akhirnya gagasan saya diterima tapi dengan pertimbangan adanya sekolah lainnya yang memungkinkan (walaupun jaraknya cukup jauh). Kamipun memilih jenjang SMP karena pertimbangan ditakutkan apabila kita diminta untuk mengoordinir semua mata pelajaran, maka apabila jenjang lainnya selain SMP tentu merasa keberatan. Sehingga kami memilih SMP Wahid Hasyim sebagai lokasi pertama yang akan dituju untuk tempat magang atau KPL.

Pada keesokan harinya setelah KKN, kami langsung bergegas untuk berangkat ke SMP Wahid Hasyim dengan pos tunggu di Jalan Semarang. Setelah semua berkumpul, kami berangkat dengan mengendarai motor masing-masing. 10 menit kemudian kami tiba di lokasi dengan sambutan ramah dari satpam yang ada di sekolah tersebut. Saya langsung menduga “wah kayaknya diterima nih hehe…”. Lalu kami bergegas ke ruang Tata Usaha terkait dengan perizinan untuk melakukan KPL di SMP Wahid Hasyim. Lalu Ibu Mia (pegawai Tata Usaha) bertanya kepada saya “Kalian dari jurusan apa?”. Kami menjawab “Teknologi Pendidikan bu”. Beliau bertanya “apa itu?”. Lalu saya bersama dengan Mbak Lukky memberikan jabaran singkat mengenai apa itu teknologi pendidikan beserta contoh-contohnya seperti apa. Setelah mendengar jawaban dari saya tersebut, Ibu Kepala Sekolah yang kebetulan ada di Ruang TU lalu bertanya “Berarti anda juga bisa mengembangkan website-website juga ya mas?”. Saya jawab bahwa kami bisa membuatnya menjadi lebih sederhana. Lalu mereka pun berdiskusi satu sama lain yang kami sendiri tidak tahu mereka sedang mendiskusikan tentang apa. Akhirnya kami diminta untuk membuat surat pengantar dari kampus sebagai kebutuhan kelengkapan administrasi dari mereka.

Kamipun segera mengurus surat pengantar dari jurusan. Tiga hari kemudian surat pengantarnya pun jadi dan saya mendapatkan chat WA dari Bu Mia bahwa kami diminta untuk mengajarkan kepada guru-guru tentang cara mengelola media pembelajaran. Pada awalnya saya ragu dengan keputusan ini apakah benar atau tidak karena di luar perkiraan saya sendiri, sehingga saya yang saat itu bersama mas Alwi langsung bergegas ke SMP Wahid Hasyim untuk memastikan kebenaran tersebut. Dan ternyata benar, kami memang disuruh untuk itu dan kalau bisa memberikan inovasi yang baru buat guru-guru yang ada disana ataupun bisa juga melakukan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan. Kami diminta untuk mendampingi, khususnya kepada guru-guru yang generasi lama dalam membuat media pembelajaran digital. Segala urusan yang akan kami lakukan akan dibantu oleh sekolah melalui perantara guru pamong kami, Ibu Vivi selaku Wakil Kepala Bidang Kurikulum. Sontak dalam hati, saya benar-benar bersyukur karena mendapatkan kesempatan yang sangat emas ini dalam kehidupan saya.

Setelah mengetahui permintaan dari mereka, saya langsung mengajak teman-teman untuk berkumpul guna mendiskusikan proker-proker yang bisa kita kerjakan guna membantu mereka selama pembelajaran daring. Utamanya kami disuruh untuk pendampingan Google Form, Google Classroom dan Wordpress. Namun dalam agenda proker kami tambahkan inovasi-inovasi berupa pemberian materi Quizizz sebagai pelengkapnya. Pada saat yang sama, saya meminta Mbak Lukky sebagai Sekretaris sekaligus Bendahara yang membantu saya dalam hal administrasi serta stabilitas keuangan yang kami miliki. Mas Dhimas saya minta untuk menjadi konsultan khusus mengenai tata letak karena dirinya menurut saya ahli dalam desain grafis. Mas Rexy saya minta untuk menjadi konsultan khusus mengenai website, karena saya melihat dirinya sangat menyukai membuat-buat web. Mas Alwi saya minta untuk menjadi konsultan yang khusus menangani masalah konten pembelajaran, karena dirinya memang ahli merancang pendidikan dan pelatihan (Diklat). Mas Putra saya minta menjadi konsultan khusus yang membantu kami dalam melengkapi kebutuhan yang ada. Saya sendiri bertugas untuk mengoordinasi teman-teman serta berurusan langsung dengan kurikulum yang ada di sana. Diantara pembagian tugas tersebut, tugas utama kami adalah mendampingi guru-guru yang ada disana dalam mengembangkan media pembelajaran digital. Di samping itu, saya juga menjanjikan kepada teman-teman bahwa apabila KPL ini berhasil, maka kita akan buat artikel-artikel ilmiah baik nasional maupun internasional guna memberikan branding terhadap nama kami.

Pada awalnya kami sempat canggung ketika memasuki ruang guru. Karena pertanyaan kami sama, yaitu “bisa atau tidak ya?”. Lalu saya bertemu dengan Pak Fauzi yang merupakan guru IPS yang ada di sana. Ternyata saya mendapati temuan bahwa saya sebenarnya bisa membimbing mereka dalam mengelola media pembelajaran digital. Kami masing-masing mulai membimbing mulai dari cara penyusunan konten, memasukkan link dan sebagainya. Para guru sangat antusias dengan materi yang kami berikan, Di samping itu, kami juga mengadakan pelatihan mengenai wordpress dan Quizizz. Alhamdulillah, kesan-kesan yang mereka berikan sangat baik, bahkan ada juga yang meminta diadakan pelatihan lagi atau meminta perpanjangan masa KPL kami. Ini menandakan bahwa kami sangat berperan bagi mereka.

Singkat cerita, kami telah selesai melakukan KPL. Saya mengumpulkan data-data yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi dari guru-guru saat sebelum kami masuk di lingkungan sekolah dengan sesudah adanya kami. Data-data tersebut membuktikan bahwa peran teknologi pendidikan sangat signifikan untuk memberdayakan guru-guru yang ada di sekolah. Lalu saat penutupan, saya menyampaikan sambutan sebagai ketua tim, bahwa teknologi pendidikan apabila perannya dimaksimalkan, khususnya di lingkungan sekolah, maka guru-guru bisa makin berdaya dalam pembelajaran. Saya menunjukkan bukti-bukti empiris yang kami lakukan dengan data-data yang ada. Lalu, Pak Dedi saat memberikan sambutannya sebagai pembimbing juga menguatkan bahwa teknologi pendidikan memberikan kemudahan dalam pembelajaran. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari Ibu Kepala Sekolah bahwa beliau merasa berterimakasih sekali dengan kehadiran kami di lingkungan mereka pada saat mereka benar-benar sedang membutuhkannya. Lalu, saat penyampaian kesan dari para guru, salah satu guru (saya lupa namanya) berujar bahwa dirinya masih merasa tidak percaya bahwa dirinya bisa mengembangkan berbagai macam media pembelajaran digital dan berterimakasih sekali dengan kehadiran kami di sana. Acara penutupan ditutup dengan sesi dokumentasi bersama antara kami dengan guru-guru di SMP Wahid Hasyim.

Setelah mengetahui berhasilnya KPL kami, saya langsung membuat beberapa artikel ilmiah terkait dengan KPL kami untuk dipublikasikan di konferensi-konferensi baik nasional maupun internasional dan terindeks google scholar tentunya. Alhamdulillah kami telah terbitkan hasilnya melalui publikasi kami di sini, sini dan di sini. Kami membuat artikel dengan tujuan untuk memperkenalkan keilmuan teknologi pendidikan sehingga bisa semakin eksis di dunia pendidikan melalui pengabdian yang kami lakukan.

Itu merupakan sepenggal cerita saya dari pengalaman-pengalaman pribadi dalam memaksimalkan peran teknologi pendidikan di kegiatan-kegiatan yang saya lakukan. Pengalaman saya menunjukkan bahwa sangat berat sekali untuk memperkenalkan teknologi pendidikan dan perlu waktu yang cukup lama untuk itu. Alhamdulillah dengan kerja keras akhirnya semua tentu diberikan kemudahan-kemudahan oleh Allah SWT. Semoga dari apa yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat untuk teman-teman. Jayalah TEKNOLOGI PENDIDIKAN !!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisuda Series #1