EYANG KAKUNG: SUMBER UTAMA INSPIRASI KEHIDUPANKU


        Bismillahirahmanirrahim... Innalillahi wa innailaihi raji'un. Tepat pada hari Jum'at, 25 Desember 2020 jam 18.15 WIB, Eyang kakung saya, H. Ibrahim, M.Sc telah berpulang ke Rahmatullah. Beliau kelahiran tahun 1938, berpulang di usianya yang ke 82 tahun. Beliau meninggalkan 2 anak serta 5 cucu. Saya merupakan cucunya yang pertama, sehingga bisa dikatakan merasa sangat kehilangan. Karena sedari kecil saya termasuk orang yang banyak menghabiskan waktu bersama beliau

        Saya berharap tulisan ini bisa menjadi inspirasi maupun motivasi bagi pembaca sekalian yang budiman. Karena bagi saya, eyang kakung ini adalah orang yang sangat baik dan ibadahnya juga luar biasa, bahkan di usia senjanya. Sehingga nantinya kita sebagai orang yang masih muda bisa merenungkan diri sudah seberapa jauh tingkatan ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

        Eyang H. Ibrahim, M.Sc lahir di Desa Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada 13 November 1938. Di masa mudanya, beliau sempat aktif di beberapa organisasi seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Senat Fakultas (Mungkin sekarang namanya BEM Fakultas) dan sebagainya. Selain itu dulunya beliau juga aktif sebagai sukarelawan pada peristiwa Dwikora (sekitar tahun 1964 an) dan aktif juga sebagai guru Sekolah Pendidikan Guru (SPG). SPG dulunya merupakan sekolah yang dipersiapkan untuk para calon guru. Singkat cerita, eyang Ibrahim mendapatkan kesempatan belajar jenjang S2 di Amerika Serikat, tepatnya di Syracuse University dan lulus sekitar tahun 1979. Pada 1980, beliau menjadi dosen di jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (sekarang namanya Teknologi Pendidikan (TEP)) di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Saat ini IKIP Malang telah berubah nama menjadi Universitas Negeri Malang (UM). Beliau berprofesi sebagai dosen hingga pensiun pada tahun 2003. Di samping menjadi dosen, beliau juga sempat dipercaya menjadi Dekan di FIP IKIP Malang sekitar tahun 1993-1997 dan 1999-2003.

        Saya berusaha ingin mengungkapkan, mengapa saya menuliskan judul "Eyang Kakung: Sumber Utama Inspirasi Kehidupanku". Karena saya rasa judul sangat tepat untuk saya pribadi dan mungkin juga untuk pembaca sekalian. Karena banyak hal aktivitas yang sudah beliau lakukan sangat menginspirasi diri saya ini. Siapa tau dengan membaca sedikit tulisan ini, pembaca juga dapat mengambil hikmah dari perjalanan beliau selama hidupnya.    

        Sedari kecil, saya selalu banyak menghabiskan waktu bersama beliau. Saya mulai ketika saya masih sekitar umur 6 tahun. Kala itu, saya sedang dipersiapkan untuk bersekolah di jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun, ketika mencari sekolah, banyak SD yang tidak dapat menerima saya dengan beragam alasan. Akhirnya daripada saya tidak sekolah, Eyang Kakung juga ikut andil bersama orang tua dalam mencarikan sekolah untuk saya. Alhamdulillah dengan sedikit bantuan juga dari Pak Suprihadi (alm), saya akhirnya dapat bersekolah di SD Laboratorium UM.

        Cerita berlanjut ketika saya masuk pada jenjang SMP. Alhamdulillah kali ini saya dapat diterima di SMPN 18 Malang melalui jalur nilai UNAS (Ujian Nasional) dengan nilai 27,50 atau rata-rata 90-95. Eyang kakung juga turut senang mendengar saya bisa meraih jenjang SMP tanpa tes. Namun, prestasi belajar saya menurun ketika SMP. Saya hampir dua kali tidak naik kelas, karena kesulitan pada mapel eksakta (berhitung). Eyang kakung selalu memberikan banyak motivasi kepada saya pribadi dan selalu berkata "Yang penting kamu naik kelas, sudah Alhamdulillah". Di samping itu, beliau dulunya juga sering menjadi wali dalam pengambilan rapot kenaikan kelas. Sehingga beliau sering banyak mengorbankan waktunya untuk saya. 

        Hingga pada suatu hari, sekitar bulan Agustus tahun 2013, kala itu beliau sedang berjalan kaki cukup jauh (mungkin sekitar 700 meter) menuju masjid Nurut Taqwa untuk melaksanakan Shalat Tarawih (karena sudah terbiasa jalan kaki jauh). Ketika pulang dari Shalat Tarawih, tiba-tiba ada kendaraan yang melaju cukup kencang dan secara tidak sengaja menabrak eyang kakung. Beliau pingsan dan dibawa ke RS Lavallete. Mendengar kabar tersebut, saya langsung panik dan bergegas bersama bapak saya menuju Lavallete. Saya biasanya selalu menemani beliau jalan kaki shalat Tarawih di Masjid Nurut Taqwa. Seketika itu saya merasa bersalah karena tidak sempat menemani beliau karena ada urusan.

        Saat rawat inap, saya termasuk yang paling sering menginap dan menjaga eyang kakung di Kamar Rumah Sakit. Bahkan ketika eyang hendak dipindahkan ke RS. Syaiful Anwar, saya juga turut menaiki ambulans dan menjaga beliau. Saya banyak menghibur beliau dan sering mengajak lihat sepakbola bersama di TV rumah sakit (karena beliau termasuk senang melihat sepak bola). Ini saya lakukan karena (1) saya berusaha menebus kesalahan saya sewaktu tidak mengantar shalat itu dan (2) saya berusaha membalaskan budi kepada eyang yang telah banyak memberikan waktunya untuk saya pribadi. Alhamdulillah setelah sekian lama di rumah sakit dengan beragam pengobatan hingga operasi, eyang saya bisa sembuh dan kembali ke rumah.

        Setelah kejadian itu, saya jadi lebih sering ke rumah eyang. Hampir setiap harinya, ketika sepulang sekolah, saya selalu menyempatkan diri ke rumah eyang. Itu saya lakukan hampir setiap hari hingga sekarang. Selama 7 tahun saya berusaha memberikan banyak waktu saya untuk eyang kakung. Mulai dari mengantar shalat ke Masjid, mengantar beliau ke kampus karena sering mendapatkan undangan, mengantar beliau pengajian bersama di beberapa masjid, mengantar beliau rapat bersama veteran dwikora, mengantar beliau check up di klinik dan banyak lagi kegiatannya. Terakhir yang paling mengharukan, kala beliau di usia sekitar 77 tahun, masih sempat mendirikan Taman Kanak-Kanak dan resmi diwakafkan untuk Aisyah (organisasi bagian dari Muhammadiyah). Saya sempat mengantar beliau ke TK tersebut dan melihat proses pengerjaan bangunannya.

        Saya sedari kecil juga banyak belajar Agama dari beliau. Mulai dari tata cara shalat yang baik, mengaji Al Qur'an, bertanya mengenai hakikat kehidupan dan banyak lagi. Bagi saya beliau sudah menjadi ustadz yang banyak mengajarkan nilai-nilai agama dalam hidup saya. Dari beliau juga saya diajarkan untuk memahami Al Qur'an dan mengamalkannya. Kalau bisa menghafal malah lebih bagus. Begitu katanya. Selain itu, meskipun sudah tua, semangat beliau untuk shalat di Masjid itu menurut saya sangat luar biasa. Mungkin ini bisa jadi pembelajaran bagi kita maupun saya pribadi. Karena beliau paling aktif untuk shalat berjamaah di masjid. Bahkan kalau saya mengunjungi beliau, ketika datang waktu shalat, beliau selalu aktif menyuruh saya ikut serta ke masjid, walaupun terkadang saya juga pernah sedikit menolak dengan alasan sudah lelah dari kampus di samping juga karena "aras-arasen".

        Di samping itu, beliau juga sering menceritakan pengalaman hidupnya kepada saya dengan maksud agar saya bisa mengambil hikmah dari pengalaman beliau. Mulai dari masa sekolah beliau yang penuh dengan bom karena penjajahan hingga pengalaman beliau ketika menjabat Dekan FIP. Semua itu beliau ceritakan kepada saya secara berulang-ulang (karena sudah tua).         

        Ketika saya mendapatkan kesempatan kuliah di Jurusan TEP UM melalui jalur SNMPTN (Undangan), eyang kakung sangat senang. Mungkin karena saya dan eyang kebetulan berada di jurusan yang sama, sehingga saya pertama kali belajar TEP dari eyang kakung. Menurut beliau sederhana aja TEP itu, yakni "memecahkan masalah pendidikan". Di samping itu, karena waktu itu saya membutuhkan referensi yang banyak, beliau banyak memberikan buku-buku yang dimilikinya kepada saya. Salah satu buku yang terkenal adalah "Menyemai Benih Teknologi Pendidikan" karya Prof. Yusufhadi Miarso. Selain itu, ketika di perpus, saya selalu mencari buku yang ditulis langsung oleh eyang. Alhamdulillah beberapa ketemu mulai dari "Pengantar Teknologi Pendidikan", "Inovasi Pendidikan", "Profesi Teknologi Pendidikan", "Media Instruksional" dan banyak lagi yang lainnya. Saya banyak membaca buku-buku tersebut, sehingga dapat menjadi landasan bagi saya selama kuliah di Jurusan TEP.

            Saya tidak mungkin menceritakan semuanya melalui blog ini, karena akan sangat panjang sekali (bahkan mungkin bisa dibukukan). Yang jelas dari semangat ibadah beliau, pengorbanan waktu, motivasi dan sebagainya bisa dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita dalam menjalani kehidupan. Bagi pembaca yang membaca tulisan ini, saya memohonkan doa kepada njenengan semua, semoga amal eyang H. Ibrahim, M.Sc diterima di sisi Allah SWT dan mungkin jika ada salah kata dari beliau selama hidupnya, bisa dimaafkan. Semoga husnul khotimah. Aamiin Ya Rabbal Alamin

 

Berikut adalah Foto-Foto saya bersama Eyang Kakung H. Ibrahim, M.Sc

 

    

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisuda Series #1

TEP JAYA!!!