Goes to Humanity from Educational Technology

Teknologi Pendidikan dalam Lingkungan Masyarakat

Oleh: Zahid Zufar At Thaariq
Teknologi pendidikan pada dasarnya adalah suatu studi bidang keilmuan untuk memecahkan masalah pendidikan. Pemecahan masalah tersebut dapat berupa model, strategi, metode, media hingga teknik dalam pembelajaran. Untuk itu, memecahkan masalah pendidikan yang tentunya kompleks dapat dilakukan seorang teknolog pendidikan setelah lulus dari bangku kuliah yang telah dijalaninya selama 4 tahun proses pembelajaran.
Berbagai pemecahan masalah belajar bisa dilakukan untuk memecahkan masalah belajar masyarakat dengan kompleksitas yang tinggi. Masyarakat tentunya membutuhkan sinar matahari diantara kegelapan. Maka, seorang teknolog pendidikan di kalangan masyarakat diharapkan dapat menjadi sinar matahari tersebut yang dapat menerangi di tengah kegelapan yang menakutkan.
Sinar matahari tersebut akan redup di malam hari. Kiasan ini bermakna, suatu saat generasi lama teknolog pembelajaran akan pada masanya usai. Masyarakat akan merindukan matahari yang terbit disaat fajar untuk memulai hari yang baru. Maka, kami sebagai generasi muda yang insya Allah visioner dapat menjadi pennerus dari sinar matahari baru tersebut. Kami sebagai generasi teknologi tidak pernah lepas dari namanya penyesuaian dengan perkembangan zaman. Adaptabilitas itu penting untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. BJ Habibie pernah berujar dalam salah satu program acara televise, bahwasannya salah satu komponen pembentuk generasi terbaharukan yang berkualitas adalah pengetahuan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Maka, tugas kami sebagai teknolog pendidikan yang berarti fasilitator pembelajaran salah satunya adalah memberikan edukasi pada masyarakat melalui pengenalan perkembangan IPTEK yang telah terjadi sekarang. Bisa melalui pendidikan pelatihan yang diselenggarakan melalui seminar, talkshow atau workshop tentang teknologi.
Bagi kalangan guru, secara khusus tidak hanya dikenalkan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tapi pendekatan pengajaran yang baik di era keterbukaan saat ini. Karena saat ini, siswa menghadapi arus globalisasi sebagai bagian dari akibat adanya revolusi industry 4.0 ini. Siswa lebih canggih dari gurunya. Siswa lebih mengerti masalah teknologi daripada gurunya. Siswa cenderung lebih cepat mengkonstruk pengetahuannya daripada gurunya. Hal ini semua dikarenakan pesatnya perkembangan digitalisasi teknologi sehingga perkembangan arus informasi juga sangat cepat. Maka secara perlahan untuk mengatasi dilema ini, siswa sudah semestinya diberikan fasilitas belajar yang mumpuni sesuai dengan karakteristik teknologi yang dimilikinya. Guru perlu dilatih menggunakan berbagai sumber daya belajar secara digital yang sederhana.
Dalam pikiran saya pribadi, dunia masa depan Indonesia akan banyak terjadi perubahan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai target yang dicanangkan baik oleh pemerintah Indonesia maupun seluruh negara di dunia. Dimulai dari tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), yang mana di sana terdapat 17 tujuan yang telah dicanangkan atau ditargetkan kepada seluruh negara, salah satunya Indonesia. Salah satu tujuan yang sangat masuk pada dunia Teknologi Pendidikan adalah Quality of Education atau peningkatan kualitas pendidikan di tiap negara, baik negara maju atau pun negara berkembang.
Peningkatan kualitas pendidikan perlu berawal dari peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat dilakukan dimulai dari pengembangan potensi bakat dan minat yang dimilikinya. Adanya bakat dan minat dipengaruhi oleh motivasi belajar yang dimilikinya. Motivasi dipengaruhi adanya rasa percaya diri. Maka yang perlu dibangun pada insan pendidikan adalah menumbuhkan kepercayaan dirinya. Baru setelah itu lanjut pada tahapan atau step yang selanjutnya.
Peran teknolog pendidikan dalam meningkatkan kepercayaan diri dari tiap insan pendidikan yang adalah siswa itu sendiri adalah dengan memberikan fasilitas belajar yang mumpuni. Contohnya dengan pemberian fasilitas dengan gamifikasi untuk anak-anak tanpa mengesampingkan kepentingan untuk belajar. Hal ini semua untuk menumbuhkan motivasi belajar yang ada pada pebelajar tersebut.
Maka, karena selama ini teknolog pendidikan tidak terlibat secara langsung di sekolah (kecuali beberapa sekolah yang ada teknolog pendidikannya), para teknolog pendidikan perlu untuk memberikan edukasi berupa pelatihan media dan sumber belajar digital sederhana kepada guru agar dengan mudah mampu mengoperasikan dan nantinya dapat diimplementasikan secara langsung kepada siswa.
Teknologi Pendidikan seperti sebuah senjata laras panjang yang siap menerjang dan membunuh musuh-musuh yang bermasalah. Maka mahasiswanya perlu membuat senjata nuklir yang bisa memusnahkan kejahatan yang ada di muka bumi ini. Tapi tidak digunakan sebagai alat untuk kejahatan perang, namun sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Teknolog pendidikan ibaratnya seperti seorang dokter yang berkecimpung di dunia pendidikan. Pendidikan sangat banyak problematika yang dihadapinya dari tahun ke tahun. Tantangan juga dihadapi dari segi masyarakatnya, khususnya terkait mindset. Mindset masyarakat Indonesia juga cenderung sangat kritis. Sehingga hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi kalangan insan pendidikan.
Kekritisan tersebut merupakan resiko demokrasi yang ada di negara Indonesia kita ini. Bagaimana tidak, semua orang dapat bersuara dengan sesuka hati terkait kebijakan maupun khususnya dalam perkembangan teknologi ini. Pernah ada suatu cerita, di suatu desa hendak dipasangkan WiFi, namun masyarakatnya menolak dengan alasan takut merusak lingkungan. Hal ini menjadi tambahan tantangan problematika serius dalam dunia pendidikan. Edukasi terhadap masyarakat penting untuk digalakkan agar masyarakat semakin berkualitas sebagai langkah awal penopang sumber daya manusia yang berkualitas.
Terlepas dari itu, peran Teknolog pendidikan adalah bagaimana memecahkan masalah pendidikan di kalangan insan, baik formal, non formal maupun informal. Maka mulai dari yang sederhana dulu, seperti contoh bagaimana menggunakan internet secara bijak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surahman pada tahun 2017, sebanyak 22,6 persen responden menggunakan smartphone di bawah 3 jam,  32,3 persen responden menggunakan smartphone selama 3-5 jam, 19,4 persen menggunakannya antara 5-7 jam dan 25,8 persen responden menggunakannya lebih dari 7 jam. Dari data tersebut, rata-rata responden sering online di media sosial. Media sosial pengguna terdiri dari 90,3 persen BBM (Blackberry Massenger), 93,5 persen WhatsApp, 80,6 persen memiliki twitter dan 77,4 persen memiliki facebook. Saat ini tantangannya dengan sekian persen penggunaan tersebut, seseorang bisa bijak dalam menggunakannya.
         Terlepas darii tu semua, saya hanya ingin berpendapat, Teknolog pendidikan itu layaknya seorang dokter. Di masa corona, para dokter maupun suster yang meninggal akibat infeksi corona tentunya banyak masyarakat daerahnya yang menolak bahkan untuk menguburkannya. Saya melihat peran Teknolog pendidikan akan seperti ini. Ketika berusaha membuat suatu rumusan pemecahan masalah, banyak masyarakat yang akan pro atau pun kontra dengan keputusan yang kita rumuskan itu, meskipun itu merupakan hal yang baik. Semakin besar tantangan seorang teknolog pendidikan dilihat dari segi periodisasinya di kalangan masyarakat. Padahal masyarakat perlu sinar matahari untuk mencerahkan maupun menyuburkan lahan pertanian di desanya (mungkin). Dengan segala kecanggihan yang ada, perlu adanya langkah bijak dalam penggunaannya. Maka TEP sangat berperan besar untuk memecahkan masalah tersebut. Salam.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisuda Series #1

TEP JAYA!!!